Pendekatan yang dapat dipertimbangkan dalam penerapan Kurikulum Mata Pelajaran
Bahasa Inggris tahun 2004, mecakup antara:
1. Pendektan Komunikatif
Ada lima prinsip umum pembelajaran yang disarankan oleh pendekatan komunikatif,
sebagaimana dikemukakan dalam Principles of Communicative Methodology (lihat
Morror, 1980).
Kelima prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Tahu apa yang dilakukan
Proses pembelajaran akan berlangsung efisien dan efektif jika guru dan siswa tahu
apa yang mereka lakukan, mengapa mereka melakukannya, dan untuk apa mereka
melakukannya. Untuk mewujudkan kondisi ini, baik guru maupun siswa harus
mengetahui tujuan pembelajaran. Sebelum siswa melakukan suatu kegiatan komunikasi, mereka harus mengetahui apa tujuan kegiatan itu. Mereka juga harus
mengetahui bahan ajar, baik yang berupa unsur bahasa (kosakata, struktur, lafal, dan
ejaan) maupun keterampilan bahasa. Jika guru memulai kegiatan pembelajaran
dengan keterampilan menyimak, misalnya dia harus membantu siswa agar
mengetahui kosakata kunci atau ungkapan komunikatif yang terdapat dalam wacana
lisan.
b. Keseluruhan itu lebih dari sekadar gabungan berbagai bagian terpisah
Penguasaan dan penggunaan keterampilan berbahasa dalam kegiatan berkomunikasi
menuntut pemahaman makna bahasa yang diungkapkan melalui kosakata, kalimat,
dan ujaran yang terangkai, baik dalam wacana lisan maupun tertulis. Karena itu,
dalam kegiatan berkomunikasi, penerimaan pesan atau informasi akan sangat
bergantung pada pemahaman siswa terhadap rangkaian kosakata, struktur, dan uja ran
dalam konteks penggunaannya. Dalam kaitan dengan penggunaan bahasa Inggris
dalam kegiatan komunikasi, siswa sebagai pembelajar bahasa asing harus dituntun
ke arah pemahaman unsur-unsur bahasa tesebut (kosakata, struktur, lafal, dan ejaan),
baik secara analitik, induktif, implisit maupun secara sintetik, deduktif, eksplisit
sesuai dengan kebutuhan dan tingkat pengetahuan bahasa Inggris siswa. Cara
pertama, pemahaman beranjak dari keseluruhan pemahaman pesan atau informasi,
kemudian beranjak kepada pemaha man unsur-unsur bahasa dalam konteks
penggunaannya (whole-to-parts). Cara kedua bergerak dari arah sebaliknya (partsto-whole). Guru secara bijaksana dapat memilih salah satu atau kedua cara ini sesuai
dengan fokus keterampilan yang hendak dikembangkan.
c. Proses sama pentingnya dengan produk
Pengembangan kemampuan berkomunikasi akan berlangsung dengan baik jika
pengajaran bahasa dapat meniru proses berkomunikasi yang sebenarnya. Untuk itu,
pengenalan dan praktik penggunaan unsur-unsur bahasa dari bahasa sasaran (bahasa
Inggris) harus terjadi dalam kerangka kegiatan berkomunikasi. Komunikasi akan
terjadi jika di antara orang yang berkomunikasi terdapat kesenjangan informasi,
sikap, dan pendapat. Di samping itu, komunikasi dapat berlangsung jika adanya
kemungkinan pilihan, baik menyangkut apa yang akan diungkapkan maupun
bagaimana mengungkapkannya.
Bertumpu pada hal itu, siswa akan terdorong berkomunikasi dengan siswa lain jika
mereka saling membutuhkan informasi, ingin menanggapi pendapat atau sikap yang ada
di antara mereka. Dalam kaitan ini, dalam proses pembelajaran bahasa Inggris, guru
harus menciptakan peluang interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.
Misalnya, guru dapat memanfaatkan teknik pengajaran yang sederhana, seperti
information gap. Yakni jika siswa A ingin memperoleh informasi tentang X yang belum
dimilikinya secara menyeluruh, siswa A harus bertanya kepada siswa B yang
mempunyai penggalan informasi yang dibutuhkan siswa A dan sebaliknya. Guru dapat
menciptakan kegiatan berkomunikasi semacam itu, baik secara lisan maupun tertulis.
Tentu saja komunikasi ini akan terjadi dengan baik jika apa yang digambarkan
Harmer (1991) berikut dapat diciptakan oleh guru dalam merancang kegiatan
berkomunikasi di kelas. Dari sisi penuntur/penulis:
1) memiliki informasi yang hendak disampaikan;
2) memiliki tujuan berkomunikasi;
3) memiliki pengusaan unsur-unsur bahasa(lafal, ejaan, kosakata, struktur termasuk
struktur teks) untuk mengungkapkan makna, informasi atau pesan.
Sementara dari sisi penyimak/pembaca:
1) mempunyai keinginan untuk menyimak/membaca informasi;
2) tertarik untuk menyimak/membaca apa yang diinformasikan;
3) memiliki penguasaan atas unsur-unusr bahasa(lafal, ejaan, kosakata, struktur
termasuk struktur teks) yang digunakan untuk memahami makna, ininformasi,
atau pesan yang disampaikan penutur.
d. Belajar sesuatu dengan melakukannya
Keterampilan berbahasa yakni, listening, speaking, reading, dan writing hanya
mungkin dikuasai dan dikembangkan oleh para siswa apabila mereka didorong untuk
terlibat langsung dalam kegiatan berbahasa. Untuk itu, siswa diberi kesempatan
untuk menggunakan keterampilan berbahasa ini. Guru dapat menciptakan
kesempatan ini melalui beberapa tahapan berikut.
1) Libatkan siswa dengan cara mengaitkan informasi yang mereka ketahui dengan
informasi yang akan disampaikan.
2) Latihlah siswa secara terbimbing mengenai unsur-unsur bahasa yang dibutuhkan
untuk memahami informasi yang disampaikan.
3) Berikan peluang kepada siswa untuk memilih cara dalam mengungkapkan
informasi sebagai tanggapan terhadap informasi yang diterima.
4) Berikan umpan-balik, misalnya berupa penjelasan jika siswa belum mengetahui
penggunaan unsur-unsur bahasa.
5) Ciptakan kesenjangan informasi yang dapat mendorong siswa untuk
berkomunikasi satu sama lainnya.
Dalam kerangka pemikiran Littlewood (1981:86), rangkaian aktivitas berkomunikasi
ini dipetakan sebagai berikut.
1. Kegiatan prakomunikasi, didefinisikan sebagai kegiatan pembelajaran bahasa
yang lebih menitikberatkan pada penguasaan unsur-unsur bahasa, kosakata,
struktur, lafal, ejaan, dan ungkapan komunikatif. Kegiatan ini bersifat
bimbingan dan berkaitan dengan konteks penggunaan tertentu, misalnya
membicarakan ihwal lingkungan sekolah. Kegiatan ini meliputi, antara lain:
a. mengidentifikasi kosakata dan struktur yang terdapat dalam teks atau
wacana;
b. melatih penggunaan kosakata dan struktur (termasuk lafal) dalam konteks;
c. mengaitkan struktur dengan penggunaannya sebagai pengungkap fungsi
atau makna yang sesuai dengan konteks penggunaannya;
d. melatih penggunaan struktur bahasa sebagai pengungkap fungsi bahasa
dalam situasi tertentu yang lebih konkret;
e. melatih penggunaan struktur bahasa sebagai pengungkap makna dalam
konteks situasi sosial tertentu, (misalnya di restoran).
2. Kegiatan komunikasi meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Kegiatan komunikasi fungsional, misalnya:
1) Berbagi informasi dalam komunikasi terbatas, seperti mengidentifikasi
gambar sesuai dengan topik, mengidentifikasi urutan tempat, dan
melengkapi informasi.
2) Berbagi informasi dalam komunikasi yang relatif tidak dibatasi, seperti
mengikuti perintah dan mengidentifikasi perbedaan peta atau gambar
yang berkaitan dengan tema atau topik tertentu.
3) Berbagi dan mengolah informasi dalam kegiatan komunikasi, seperti
merekonstruksi cerita berdasarkan rangkaian gambar dan memecahkan
masalah berdasarkan informasi yang dikumpulkan.
4) Mengolah informasi, seperti memecahkan masalah yang dilakukan
dalam kelompok berdasarkan informasi yang dimiliki oleh setiap
anggota kelompok.
b. Kegiatan interaksi sosial, yakni bentuk interaksi yang menekankan pada
penggunaan bahasa dalam konteks komunikasi yang lazim terjadi dalam
situasi berbahasa sebenarnya di luar kelas. Kegiatan komunikasi yang
termasuk kategori ini, antara lain kegiatan bermain peran (role playing) dan
simulasi (simulation) yang memperagakan situasi berbahasa di luar kelas.
e. Kesalahan tidak selalu merupakan keburukan
Dalam proses pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing, hampir dapat
dipastikan siswa akan melakukan kesalahan. Kesalahan ini dalam pendeka tan
komunikatif harus diperlakukan dengan arif. Kesalahan harus dipandang sebagai
bagian dari adanya kemajuan belajar (learning growth). Pada tahap awal, kesalahan
yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan berbahasa dapat ditolerir sepanjang tidak
mengganggu kegiatan komunikasi. Jika kesalahan menghambat kegiatan
komunikasi, koreksi terhadap kesalahan dapat diberikan secara tidak langsung oleh
guru. Misalnya, guru dapat mengulangi pernyataan yang salah dengan contoh yang
benar sebagai koreksi. Dalam kaitan ini guru sekaligus memberikan model
penggunaan bahasa yang sesuai dengan penggunaannya.
2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pendekatan ini menegaskan adanya keterkaitan bahan ajar dan kegiatan pembelajaran di
kelas dengan situasi nyata dan pengalaman aktual siswa yang berfokus pada proses
pembelajarn yang menuntun siswa kearah berpikir kristis, kreatif, mampu memecahkan
masalah, dan mampu menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan keseharian.
Pendekatan ini menerapkan prinsip-prinsip berikut:
2.1 Inquiry : kegiatan pembelajaran dengan prinsip ini tampak pada tahapan berikut:
2.1.1 Diawali dengan pengamatan dan bergerak ke pemahaman konsep atau
fenomena.
2.1.2 Proses bersiklus mulai dari pengamatan, bertanya, meneliti, menganalisis, dan
menjelaskan baik secara individual dan kelompok.
2.1.3 Mengembangkan dan menerapkan keterampilan berpikir kritis dalam
pembelajaran.
2.2 Questioning : Ketermpilan bertanya:
2.2.1 Digunakan oleh guru untuk mengarahkan, menuntun dan menilai pikiran siswa
2.2.2 Digunakan siswa sepanjang kegiatan belajar berbasis inkuiri.
2.3 Constructivism. Prinsip ini mengindikasikan pembelajaran di kelas harus:
2.3.1 membangun pemahaman akan makna dari sudut pengalaman yang didasarkan
pada pengetahuan awal siswa.
2.3.2 pengembangan pemahaman mandalam melalui pengalaman belajar bermakna,
yakni dengan mengaitkan apa yang dipejari siswa dengan pengetahuan dan
pengalamannya.
2.4 Learning Community. Prinsip ini mengindikasikan kegiatan pembelajaran harus
diwarnai:
2.4.1 berbicara dan bertukar pikiran
2.4.2 bekerjasama antara guru siswa dan siswa dengan siswa untuk membangun
kegiatan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan bila hanya dilakukan
sendirian.
2.5 Penilaian otentik. Penilaian pembelajaran yang otentik mencakup hal beriku:
2.5.1 mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
2.5.2 menuntut penerapan pengetahuan
2.5.3 menilai hasil atau performansi siswa
2.5.4 tugas-tugas belajar yang dinilai harus relevan dan berkait dengan konteks
2.5.5 baik proses maupun produk keduanya dinilai
2.6 Reflection. Kegiatan ini memberikan peluang kepada siswa untuk melakukan refleksi,
penilaian atas apa yang dipelajarinya sehingga tahu persis kekuatan dan kelamahannya.
Melalui refleksi dapat teridentifikasi:
2.6.1 cara-cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari
2.6.2 mereviu dan merespon peristiwa, kegiatan, dan pengalaman
2.6.3 merekam apa yang telah dipelajari, apa yang dirasakan, dan merekam pikiran
baru
2.6.4 bentuk penilainnya dapat berupa: jurnal, diskusi, karya siswa dll.
2.7 Modelling. Pemberian contoh atau model dalam pembelajaran bahasa khususnya
keterampilan berkomunikasi sangat penting. Ini dapat dilakukan antara lain:
2.7.1 mengungkapkan tentang proses belajar yang sedang dialami (thinking aloud)
2.7.2 mendemonstrasikan apa yang ingin dipelajari siswa
2.7.3 melakukan apa yang akan dilakukan oleh siswa.
Prinsip-prinsip di atas mengimpikasikan kegiatan-kegiatan meliputi:
Belajar bahasa Inggris sambil melakukan sesuatu
Belajar bahasa Inggris melalui kolaborasi
Belajar bahasa Inggris adalah berkomunikasi
Inisiasi/modeling dalam belajar bahasa Inggris harus mengedepan
Belajar bahasa adalah berpikir dan memecahkan masalah
Belajar bahasa Inggris adalah mengobservasi – mengidentifikasi informasi
Berdiskusi dalam bahasa Inggris
Bermain peran dan bernyanyi
Belajar bahasa Inggris mencakup mendengar (listening), berbicara (speaking),
membaca (reading), dan menulis (writing) yang harus berkait dengan
pengetahuan awal dan lingkungan siswa.
Read more:
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_INGGRIS/195802081986011-WACHYU_SUNDAYANA/ESP_Material_Development/Pedoman_Guru_ING_SMA_05_Bag_I.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar